Headlines News :
Home » , , » Pariwisata Membuka Jendela Keislaman

Pariwisata Membuka Jendela Keislaman

Written By Admin on Minggu, 21 Juli 2013 | 03.02





Dr. Kaelany HD,MA

“ Dengan bepergian pengalaman akan bertambah dan membuka wawasan serta pengetahuan, sekaligus  mendidik jiwa agar tidak angkuh dan sombong serta melatih jiwa untuk bersabar.”
Bepergian di muka bumi merupakan budaya manusia yang paling purba. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berjalan dari suatu tempat ke tempat lain mencari makanan dan pemberian alam sekitar.


Kalau kebutuhan di tempat itu telah habis, mereka terus bepergian ke tempat dekat atau jauh. Baru kemudian, setelah manusia menemukan alat dan dapat membuat tempat tinggal, mereka menetap di tempat yang subur di pinggiran sungai, tepi danau atau laut.

Allah swt telah menciptakan alam semesta beserta isinya yang beraneka ragam berupa flora dan fauna. Ia juga menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dengan bahasa,adat istiadat dan budaya yang berbeda-beda pula. Perjalanan itu mendorong manusia untuk mengadakan perjalanan  ke daerah-daerah lain agar lebih mengenalnya.

Dalam al-Quran banyak ayat yang mengajak, menganjurkan dan bahkan memerintahkan untuk bepergian di muka bumi. Himbauan tersebut telah disambut manusia sejak dahulu kala. Namun sekarang ini, dengan kemajuan transportasi perjalanan  manusia lebih ramai dan lebih deras lagi.

Bangsa pertama yang dianggap sebagai orang-orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan senang-senang adalah bangsa Romawi. Pada waktu itu mereka telah melakukan perjalanan beratus-ratus mil dengan menunggang kuda guna melihat candi-candi dan Piramid peninggalan mesir kuno.

Pada tahun 334 SM, Ephesus, yakni daerah Turki sekarang, sudah dikunjungi lebih dari 700.000 orang untuk menyaksikan pertunjukan-pertunjukan akrobat, adu binatang buas,tukang sihir dan tukang sulap.

Selanjutnya, sejarah juga mencatat perjalanan manusia di laut dengan kapal layar. Marcopolo  umpamanya yang hidup di tahun 1254-1324 M,ia mengembara dari Benua Eropa ke daratan Tiongkok dan akhirnya kembali lagi ke Venesia. Sehingga riwayatnya ditulis oleh seorang kawannya, dan kini menjadi sumber utama bagi bangsa-bangsa Barat mengenal Dunia Timur.

Pelancong lainnya ialah pemuda muslim yang bernama Ibnu Batuta. Ia mengadakan perjalanan selama kurang lebih 30 tahun dengan mengunjungi daratan Afrika Utara dan Siria untuk naik haji ke Mekah.

Ia dinamakan sebagai First Traveller of Islam, karena perjalanannya yang cukup menakjubkan. Di usia 22 tahun ia melakukan perjalanan seorang diri, yang ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 75 ribu mil. Perjalanan Ibnu Batuta yang luar biasa hebatnya telah menciptakan saling pengertian di antara bangsa-bangsa yang berbeda agama, bangsa dan bahasa.

 Sejarah juga mencatat Christoper Columbus dalam pelayarannya telah menemukan Benua Amerika. Di akhir abad ke 15, Portugal menunjuk Alfonso d’ Alburquerque, Vasco da Gama dan Fernando de Magelhaens untuk menjelajahi kelima Samudera.

Perjalanan-perjalanan diatas menggambarkan bahwa manusia pada dasarnya ingin bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan didorong berbagai motivasi.

Di negeri-negeri maju kegiatan bepergian dikemas dalam suatu kegiatan perjalanan yang dikenal dengan “ tourism”. Dalam kegiatan ini telah muncul kasus-kasus hiburan yang dikaitkan dengan prostitusi, minuman alkohol dan pakaian-pakaian yang tidak menutup aurat. Sehingga telah menyinggung perasaan keagamaan umat beragama.

Kalangan tertentu memandang kegiatan “ tourism” yang di negeri ini  dikenal dengan kegiatan pariwisata bertentangan dengan ajaran agama. “ Padahal pariwisata banyak sisi positifnya. Dan dalam al-Quran banyak ayat yang menyuruh manusia untuk bepergian atau pariwisata,” ungkap Dr. Kaelany HD, MA dalam disertasinya yang bertajuk Pariwisata dalam Pandangan Islam.

Dalam Islam, lanjut dia, pariwisata bisa diartikan dalam beberapa kata seperti, tamasya, rihlah, safari. Dalam bepergian kita akan menemukan banyak hal dan pelajaran. Seperti wisata sejarah, dengan menyaksikan berbagai peninggalan masa lalu dapat mendorong seseorang untuk mempelajari sejarah.


“ Seperti wisata ke piramida di Mesir, kita akan melihat patung fira’un yang disebabkan keingkarannya dan kesombongannya,” ucap Kaelany memberi contoh.

Dengan bepergian pengalaman akan bertambah dan membuka wawasan serta pengetahuan, sekaligus  mendidik jiwa agar tidak angkuh dan sombong. “ Mereka yang tidak pernah pergi dari tempat tinggalnya, merasa paling kaya bila mendapat sedikit saja kelebihan rezeki. Merasa paling mulia jika dapat sedikit kedudukan dan merasa paling pandai tatkala memperoleh sedikit ilmu pengetahuan,” jelas ayah empat anak ini.

Menurut Fakhruddin ar-Razi, kata alumni Gontor tahun 1975 ini, perjalanan wisata sangat penting. Wisata dapat menyempurnakan jiwa manusia, karena dengan perjalanan kemungkinan seseorang akan memperoleh kesulitan dan kesukaran. “ Dan disaat itu melatih jiwa untuk bersabar,” jelasnya lagi.


Selain itu, juga dapat menyaksikan aneka ragam perbedaan ciptaan Allah swt. Sehingga mendorong kita mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan. “ Bahkan perjalanan wisata mempunyai dampak positif yang kuat dalam kehidupan beragama seseorang,” tambah dia.
Al-Quran sebagai suatu pedoman yang universal memberikan dorongan yang begitu kuat agar manusia melakukan perjalanan. Dorongan itu tidak ada batasan, untuk apa dan bagaimana, dengan kendaraan apa dan menginap dimana. “ Asal tidak ada larangan Al-Quran dan Assunnah boleh saja dilakukan,”  tandas dosen Universitas Indonesia ini.

Menurutnya indikasi lain yang mendukung anjuran melakukan perjalanan adalah banyaknya keringanan ( rukhsah) yang diberikan agama Islam bagi orang yang bepergian. Contohnya, tutur Kaelany, dibolehkan menjamak shalat bahkan tayammum di dalam angkutan. Orang yang berpuasa pun boleh mengqadha puasanya ketika melakukan perjalanan jauh.

Hal ini menunjukkan indikasi bahwa motivasi dan tujuan manusia bepergian tidak terbatas. Karena kegiatan  tersebut merupakan dinamika budaya dan peradaban manusia yang terus berkembang.

Secara otomatis, tempat-tempat pariwisata khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduk Muslim mengikuti gerakan umat Islam. Misalnya, di setiap tempat pariwisata dibangun mushala atau masjid untuk beribadah.


Dan dari segi makanan, beberapa menu masakan yang mulanya menyertakan babi, setelah di Indonesia disesuaikan sedemikian rupa dengan situasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Sehingga makanan ala eropa, china seperti humburger, omlet pizza tidak lagi diolah dengan memasukkan unsur barang haram.

“ Jadi, pembangunan tempat pariwisata di tanah air tidak lepas dari ajaran agama termasuk budaya umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini,” tukas Kaelany.

Biografi
Dikenang Lewat Tulisan

Dr. Kaelany HD,MA, sejak menjadi santri di Gontor sudah gemar membaca dan menulis. Hingga kini buku tulis hasil goresan tangannya masih tersimpan rapih di lemari buku rumahnya.

Bagi pria asal Lampung ini, hidupnya akan terasa hampa jika berhenti menulis. Kegemarannya membawanya mendirikan sebuah lembaga penerbitan Midada Center yang terletak di Jalan Rahayu, Kalisari, Pasarebo, Jakarta Timur.

Disamping menjadi dosen di Universitas Indonesia, alumni Gontor ini terus mengajak mahasiswanya untuk gemar menulis. “ Walaupun saya dosen Agama, tapi saya terus membangkitkan semangat menulis pada mahasiswa,” ujarnya.

Setiap melakukan perjalanan atau berpariwisata, tak pernah ia lewatkan mengabadikan perjalanannya lewat tulisan. Lebih dari 30 buku hasil tulisannya telah terbit. Bahkan disertasinya yang sudah dibukukan  itu menjadi buku wajib di sekolahan-sekolahan maupun kampus pariwisata.

Hasil karyanya yang telah diterbitkan yaitu, Kependudukan di Indonesia dan berbagai aspeknya, Peluang di bidang pariwisata, Islam dan aspek-aspek kemasyarakatan, Islam,kependudukan dan lingkungan hidup, Pandangan Islam tentang Pariwisata, Gontor dan kemandirian, Kisah-kisah perjalanan, Semarang dalam kenangan, dan masih banyak yang lainnya.

Selain giat menulis di surat kabar maupun berbentuk buku, pemenang lomba menulis tingkat Nasional Depag (2001) ini juga menulis biografi orang lain. “ Jika seseorang meninggal dunia, ia akan tetap dikenang lewat karya tulisnya,”  paparnya. Ryan Febrianti
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

'Quote'

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah"
- Pramoedya Ananta Toer-

" Pensil yang tumpul lebih baik dari ingatan yang tajam"
- Kaelany HD -

" Wa Laa Tamutunna Illa wa antum Kaatibuun "
- Prof.Ali Yaqub -




 
Support : Ekonomi Islam | Yans Doank | Murabahah Center
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Ryan's Blog - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Yans Doank