Saat ini, masyarakat mulai sadar
untuk menabung dinar, karena memang nilai emas selalu stabil dan harganya
cenderung naik dari tahun ke tahun, bahkan anti inflasi.
Para pegiat dinar dan dirham tak
henti-hentinya menggaungkan untuk kembali menggunakan mata uang di zaman
Rasulullah SAW ini. Bagi mereka, dinar bukan sekadar investasi, namun sebagai
alat tukar untuk keperluan sehari-hari sebagai pengganti uang kertas.
Misalnya, Zaim Saidi yang
mendirikan Wakala Induk Nusantara (WIN) di daerah Tanah Baru, Depok. Mereka
menggunakan dinar dan dirham untuk membeli sembako dan transaksi-transaksi
lainnya. Bahkan, pembagian zakat juga menggunakan dinar dan dirham.
Saat ini, dinar dan dirham pun
dilirik sebagai tabungan investasi masa depan sebagai pengganti uang kertas
yang ternyata mengandung unsur riba di mana angka nominalnya tidak sesuai
dengan nilai intrinsik atau nilai fisiknya.
Menanggapi fenomena pasar seperti
ini, Adiwarman Karim, Direktur Utama Kariem Business Consulting, mengusulkan
bank-bank syariah untuk membuka tabungan dan deposito dinar. “Tabungan dan
deposito dolar saja ada, kenapa tidak membuka tabungan dan deposito dinar,”
ujarnya seperti dikutip eramuslim.com
Anggota DSN-MUI ini sedang
mengusahakan jembatan antara BI dan masyarakat mengenai penghimpunan dinar di
bank syariah. Sehingga ke depan, masyarakat bisa dengan bebas memilih dalam
bentuk apa tabungan mereka—rupiah atau dinar.
Namun, sebelum bank syariah
membuka tabungan dan deposito dinar, gerai dinar sudah membuat produk ini. Seperti
gerai dinar milik Muhaimin Iqbal dan perwakilan gerai-gerai dinar lainnya di
beberapa daerah di seluruh pelosok Nusantara.
Salah satunya “Syawiedinar” milik H. Muhammad Ali, ia
memiliki salah satu kantor perwakilan gerai dinar di daerah Bekasi. “Sekarang,
menjumpai gerai-gerai dinar dan dirham lebih mudah, karena tersedia di
mana-mana,” kata Ali.
Awalnya, Ali memilih berinvestasi
di pasar modal, jual beli saham. Namun lama kelamaan, ia merasa tidak nyaman
investasi dengan ketidakjelasan. Hingga akhirnya dipertemukan dengan Muhaimin
Iqbal, pemilik gerai dinar. Dia pun beralih menginvestasikan hasil keringatnya
dengan membeli emas dan dinar.
Suatu ketika, Ali dan istri
sedang memikirkan program liburan untuk anak mereka yang sedang belajar di
Pondok Modern Gontor. Muncullah ide untuk umrah di bulan Ramadhan. Namun, uang
mereka hanya cukup untuk berangkat dua orang, padahal di kala itu satu keluarga
ingin berangkat bersama-sama.
Bingung sambil memutar otak, Ali
teringat simpanan emas dan dinar yang ia miliki. Walhasil, nilai emas yang
terus naik membawa keluarga Ali beribadah umrah.
“Itu bedanya, investasi emas dan
tabungan rupiah. Jika saat itu saya hanya menyimpan uang di bank, tabungan saya
tidak akan membuahkan hasil,” jelas pria berkacamata itu.
Kini, Ali dengan Syawiedinar
turut mengampanyekan investasi emas dan dinar serta tabungan dinar. Pencatatan
di buku tabungan pun bukan dalam bentuk rupiah, tapi dalam satuan dinar.
“Nominal setoran terhadap harga
dinar bergerak mengikuti harga dinar yang berlaku saat itu,” ucapnya.
Telah terbukti, nilai emas
ataupun dinar cenderung naik dan jarang turun, bahkan anti inflasi. Jadi, sudah
saatnya kita menyadari betapa bijaknya jika sebagian penghasilan yang kita
peroleh, kita investasikan dalam bentuk emas dan dinar untuk masa depan
keluarga. Ryan Febrianti
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !