"Perubahan
RUU zakat menjadi Undang-undang sudah dinanti-nanti masyarakat sejak lama,
berharap membawa perubahan bagi perkembangan dunia zakat nasional. Namun sebaliknya, menimbulkan
masalah baru bagi para pegiat zakat, khususnya Lembaga Amil Zakat."
Dua bulan
lalu, tepatnya tanggal 29 oktober 2011 Revisi Undang-Undang (RUU) disahkan
menjadi Undang-undang (UU). Hasil ketukan palu itu mengundang banyak tanggapan
masyarakat dari berbagai kalangan.
Pasalnya,
pengesahan UU zakat tersebut tidak memberikan dampak positif bagi perkembangan dunia
zakat nasional. Sebaliknya menimbulkan
masalah baru bagi para pegiat zakat, khususnya Lembaga Amil Zakat.
Inti dari UU tersebut, menurut Yusuf Wibisono,
wakil kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FE-UI, hanya penguatan peran
Badan Amil Zakat milik pemerintah. “ bahkan bisa dikatakan ini undang-undang
BAZNAS,” tegasnya.
Isi UU
tersebut, dia menambahkan, hampir tidak ada perubahan dari konsep awal
pemerintahan dulu. Ini merupakan kemenangan bagi KEMENAG ( Kementerian Agama)
dan kabar buruk bagi LAZ. “ karena dari dulu kemenag tidak pernah bersifat
ramah pada LAZ,” aku Yusuf.
Walaupun ada
sisi positif dari UU itu, tetapi hanya beberapa poin saja selebihnya tidak
kondusif bagi perkembangan dunia zakat nasional ke depan. Dan secara tidak
langsung menyuruh LAZ untuk mundur teratur. “ Sentralisasinya jelas, karna
dikatakan yang berwenang mengelola zakat nasional hanya BAZ sedangkan yang lain
hanya membantu,” pungkasnya.
Ditambah
lagi bahwa LAZ harus terdaftar sebagai ORMAS (Organisasi Masyarakat) Islam.
padahal ormas Islam merupakan terminologi baru karena yang ada hanya UU ormas. Menurutnya
definisi ormas Islam tidak jelas. “di dalam penjelasan UU hanya tertulis cukup
jelas, dan itu menjadi wewenang bagi DEPAG mengartikan makna ormas Islam,”
papar Yusuf.
Sementara
itu, Bahrul Hayat, Sekjen Kementerian Agama menjelaskan zakat harus dikelola
organisasi yang dijalankan umat Islam. karena dalam kontek zakat amil tidak boleh
individu. “ UU Zakat tidak diniatkan membunuh pengelola zakat, justru
menguatkan institusi pengelola zakat,” tuturnya. Itu lah mengapa harus ormas
Islam yang mengelola zakat.
Adapun ormas Islam yang dimaksud dalam UU ini,
lanjut Bahrul, organisasi yang berisi sekumpulan umat Muslim, jangan melulu
diartikan NU atau Muhammadiyah.
Menurutnya, dalam UU zakat terdahulu institusi pengelola zakat tidak
dapat optimal dalam melakukan usahanya. Pasalnya, dalam perundangannya tidak
diberikan otorisasi penuh.
Di sisi
lain, Syuhada Bahri, Ketua umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
mengatakan, umat Islam boleh menyalurkan zakatnya kepada siapa saja yang
dikehendaki. Tidak melalui amil zakat pun tidak masalah jika mampu menyalurkan
zakatnya secara mandiri. “ namun penyalurannya harus benar, jangan sampai ada
penumpukan zakat pada satu orang mustahik atau penerima zakat. Sementara masih
ada mustahik lain yang belum menerima zakat,” jelasnya.
Menurut
syuhada, amil zakat memang diatur dalam Islam. tetapi tidak disebutkan harus dari pemerintahan. “
yang penting harus bisa dipercaya, dia harus menjaga amanah,” tuturnya. Karena
zakat adalah amanah muzakki untuk dibagikan kepada yang berhak,yaitu mustahik.
Dan pembagiannya pun harus merata sesuai kebutuhan mustahik zakat.
Eri Sudewo,
Pendiri Lembaga Zakat Dompet Dhuafa Republika, menghimbau seluruh LAZ di
seluruh nusantara agar siap-siap mengganti namanya dan tetap terus menjalankan
aktivitas sebagaimana biasanya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !