Kebiasaan mengaji ba’da Maghrib tidak boleh ditinggalkan meskipun kita telah memasuki era globalisasi. Program GEMMAR merupakan salah satu upaya agar umat Islam kembali ingat kepada ajaran agamanya.
Tayangan televisi di waktu Maghrib telah menghipnotis masyarakat, khususnya anak-anak. Stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan program unggulannya –sinetron, film, kartun, realty show, dan lainnya-- demi menarik pemirsa di waktu prime time itu. Tak heran jika anak-anak sulit beranjak dari depan televisi kendati adzan Maghrib telah berkumandang.
Dampak televisi terhadap perkembangan masyarakat memang sangat besar. Secara teoritis, menurut seorang pakar, ada tiga dampak yang ditimbulkan tayangan televisi terhadap pemirsa, yaitu dampak kognitif, dampak peniruan, dan dampak perilaku.
Dahulu, sebelum televisi hadir di tengah kehidupan masyarakat, kebiasaan mengaji setelah Maghrib di rumah, surau, atau masjid menjadi tradisi masyarakat Islam. Namun sekarang, budaya tersebut perlahan-lahan hilang. Dan hanya sedikit saja yang masih menerapkannya.
Menurut Menteri Agama Drs H Suryadharma Ali MSi televisi merupakan penyebab anak tidak mau mengaji. Anak lebih senang menonton film kartun, sinetron, dan jenis tontonan televisi lainnya daripada membaca al-Qur’an.
Untuk mengembalikan tradisi yang hilang, Kementerian Agama Republik Indonesia mencanangkan program Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (GEMMAR) pada April lalu. Program ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang agamis.
Menurut Herlini Amran, anggota Komisi VIII DPR RI, program ini diharapkan bisa meningkatkan ketakwaan individu, keluarga dan masyarakat. Ketakwaan akan melahirkan ketahanan individu, keluarga dan masyarakat. Meningkatnya ketakwaan masyarakan akan meningkatkan martabat bangsa. Di samping itu, gerakan ini sebagai salah satu cara mewajibkan setiap Muslim untuk bisa membaca al-Qur’an.
Program GEMMAR Mengaji ini diluncurkan di enam provinsi sebagai percontohan, yakni DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, dan DI Yogyakarta. Program ini melibatkan 800 ribu masjid/mushalla dan menggerakan 95 ribu penyuluh di seluruh pelosok Tanah Air. Mereka akan membina 496.000 majelis taklim di Indonesia.
Program ini juga akan melibatkan 300 ribu guru agama dan 50.000 pondok pesantren.
Guna merealisasikannya, Kementerian Agama akan meminta seluruh madrasah dan pondok pesantren di daerah yang jumlahnya mencapai 1.000 madrasah, membiasakan muridnya membaca al-Qur’an, 5-10 menit setiap hari selepas Maghrib.
Pelaksanaan program di setiap daerah percontohan akan dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Provinsi Banten, misalnya, secara bertahap akan membagikan al-Qur’an mushaf al-Bantani kepada masyarakat. Al-Qur’an mushaf al-Bantani merupakan karya kebanggaan dan monumental masyarakat Banten.
Program GEMMAR memperoleh apresiasi dari masyarakat. Nurhasni SAg, warga Jatibening, Bekasi, misalnya sangat mendukung program ini. Bahkan sebelum program ini diluncurkan ia telah menerapkan kewajiban membaca al-Qur’an ba’da Maghrib kepada ketiga anaknya sejak mereka kecil. ”Kebiasaan ini terbawa hingga anak-anak saya dewasa,” ungkapnya kepada Majalah Gontor.
Baginya, memberikan pendidikan agama untuk anak merupakan kewajiban nomor satu. Salah satunya dengan mengajarkan anak membaca al-Qur’an.
Dukungan program ini juga disuarakan Ny Susi Wilayatu, warga Bogor, Jabar. Ia membiasakan anak-anaknya untuk membaca al-Qur’an sehabis shalat Maghrib. Meski hal ini tidak mudah dilakukan karena daya tarik televisi. ”Anak-anak mesti mematikan televisi begitu adzan Maghrib selesai berkumandang,” ujarnya kepada Majalah Gontor.
Jika dapat terlaksana dengan baik, maka program ini dapat membantu membangun karakter bangsa yang agamis. Dalam suasana yang agamis diharapkan lahir generasi bangsa yang dapat memunculkan ulama-ulama intelek, bukan intelek yang tahu agama. Ryan Febrianti
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !