Zulkifli L Muchdi
Dihinggapi penyakit bukan akhir segalanya. Zulkifli L Muchdi (53) berhasil merampungkan novel Asmara di Atas Haram saat berada di puncak depresi karena terserang penyakit radang sendi yang menyebabkannya lumpuh total.
“Bed rest selama satu setengah tahun membuat saya nyaris kehilangan harapan. Namun, dengan doa dan semangat pantang menyerah, Allah memberi jalan,” tutur Zulkifli mengisahkan dirinya.
Semenjak lumpuh, ia selalu meminta kepada Allah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Hingga di suatu malam, pria asal Banjarmasin ini bermimpi mendapat bisikan. “Zulkifli, kamu kan pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci dan berhaji, mengapa tidak kamu tuangkan dalam tulisan,” cerita dia saat bedah novel karangnya di Aula Student Centre Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Maka sejak itu, setiap hari, pagi dan sore, ia manfaatkan waktu untuk menulis walaupun hanya dengan jari jemari tangan kiri. Jari jemari kanannya kaku, tidak bisa bergerak.
Kondisi inilah yang menginspirasinya menggunakan nama pena “Si Lumpuh”. Tepat di malam takbiran Idul Fitri 1429, ia berhasil menyelesaikan episode terakhir novelnya itu. “Asal ada kemauan pasti ada jalan,” ujar putra pasangan Muchdi dan Hajjah Tuminah itu. Ryan Febrianti
Dihinggapi penyakit bukan akhir segalanya. Zulkifli L Muchdi (53) berhasil merampungkan novel Asmara di Atas Haram saat berada di puncak depresi karena terserang penyakit radang sendi yang menyebabkannya lumpuh total.
“Bed rest selama satu setengah tahun membuat saya nyaris kehilangan harapan. Namun, dengan doa dan semangat pantang menyerah, Allah memberi jalan,” tutur Zulkifli mengisahkan dirinya.
Semenjak lumpuh, ia selalu meminta kepada Allah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Hingga di suatu malam, pria asal Banjarmasin ini bermimpi mendapat bisikan. “Zulkifli, kamu kan pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci dan berhaji, mengapa tidak kamu tuangkan dalam tulisan,” cerita dia saat bedah novel karangnya di Aula Student Centre Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Maka sejak itu, setiap hari, pagi dan sore, ia manfaatkan waktu untuk menulis walaupun hanya dengan jari jemari tangan kiri. Jari jemari kanannya kaku, tidak bisa bergerak.
Kondisi inilah yang menginspirasinya menggunakan nama pena “Si Lumpuh”. Tepat di malam takbiran Idul Fitri 1429, ia berhasil menyelesaikan episode terakhir novelnya itu. “Asal ada kemauan pasti ada jalan,” ujar putra pasangan Muchdi dan Hajjah Tuminah itu. Ryan Febrianti
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !